Sejarah Bir pletok Saat zaman Belanda ada masyarakat ikut-ikutan minum bir sama orang Belanda. Sedangkan, masyarakat Betawi yang semuanya beragama Islam tahu kalau bir itu memabukkan, dan hukumnya haram. Sejak itulah masyarakat Betawi berinisiatif membuat bir, tapi bisa menyehatkan. Bahannya terdiri dari campuran beberapa rempah-rempah, yaitu jahe, daun pandan wangi, dan serai. Agar warnanya lebih menarik, masyarakat Betawi menggunakan tambahan kayu secang, yang akan memberikan warna merah bila diseduh dengan air panas. Itu dibuat, sama-sama minum, sama-sama berkeringat, tapi orang Belanda pada mabuk, sedangkan masyarakat Betawi sehat. Namanya pun beda. Kalau orang Belanda beer, sedangkan masyarakat Betawi menyebutnya bir. Asal kata dari bi’run artinya abyar. Bir artinya sumber mata air dan dari situlah diangkat menjadi bir pletok,” kata Indra Sutisna selaku pakar masyarakat Betawi. Indra Sutisna selaku pakar masyarakat Betawi mengatakan, arti pletok yang menjadi nama belakang minuman khas Betawi ini terdapat tiga versi. “Arti pletok itu ada beberapa versi, yaitu versi pertama dibuat dari bambu, tempatnya ditutup dan dituangkan bunyi pletok. Versi kedua ada juga diminum, taruh di teko, dicampur es, teko bahannya kan dari alumunium. Nah, terus dikocok dan bunyilah pletok. Sementara versi ketiga, ada buah secang, buahnya kalau tua warnanya hitam, dibuang bijinya dan dipukul sehingga menjadi bir pletok. Ini murni dari rempah-rempah,” ungkapnya. Dalam mengolah bir pletok, Indra menjelaskan butuh waktu yang lama. Karena proses rempah-rempah harus dibuat dengan cara sederhana serta alami. “Proses pembuatannya itu satu hingga dua jam, karena prosesnya yang masih natural dan apa adanya,” bebernya. Lebih lanjut, dirinya mengakui bila minuman bir pletok sudah merambah ke beberapa bagian daerah Betawi. Meskipun cara pengolahannya masih bersifat industri rumahan. “Kalau sekarang, bir pletok bisa didapatkan di mana saja, kalau dulu cuma di wilayah Betawi tengah saja,” ujarnya. Meskipun sudah merambah ke beberapa ragam wilayah di Jakarta, perlahan minuman khas Betawi ini sudah mulai tergeser karena banyak ragam minuman kesehatan yang dijual di mana pun.